Senin, 14 Juli 2014

KESENIAN DAN KEBUDAYAAN DAERAH SUMEDANG




KESENIAN DAN KEBUDAYAAN DAERAH SUMEDANG

Diajukan untuk memenuhi saah satu tugas mata kuliah Pendidikan Seni Budaya
 
                                                                                            

logo upi.jpg









Oleh:
Yeti Sumiyati

KELAS 1-B



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013



KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis telah menyelesaikan makalah yang berjudul “Kesenian dan Kebudayaan Daerah Sumedang ”. Makalah ini membahas mengenai beberapa jenis Kesenian dan Kebudayaan yang baerasal dari daerah Sumedang
            Adapun dalam proses penyusunan makalah ini tidak terlepas dari berbagai hambatan, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut terlibat dalam penyusunan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
            Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun, penulis terima dengan lapang dada demi kemajuan sebuah ilmu pengetahuan pada penyusunan makalah selanjutnya.

Sumedang, Juni 2013

Penulis






DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .............................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang ............................................................................
1.2    Tujuan masalah ...........................................................................
1.3    Rumusan masalah .......................................................................
1.4    Sistematika penulisan .................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Jenis kesenian daerah Sumedang .................................................
2.2  Jenis kebudayaan daerah Sumedang ...........................................
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan ......................................................................................
B.  Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Seiring dengan kemajua jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang awalnya dipegang teguh, dipelihara dan dijaga keberadannya oleh setiap suku kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan menganggap bahwa suuatu tradisi itu kuno, terbelakang dan ketinggalan jaman sehingga sebagian masyarakat merasa malu menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya modern dari pada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri. Padahal budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang dimiliki merupakan sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga kelestarian dan keberadaannya oleh setiap individu di masyarakat. Sesungguhnya kebudayaan merupakan jatidiri bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada di dalamnya.
B.  Rumusan masalah
Dilatarbelakangi dengan beragamnya budaya daerah di Indonesia, tidak bisa kita pungkiri bahwa kita pungkiri bahwa indonesia merupakan bangsa yang kaya akan kebudayaannya dan yang menjadi faktor utama berdirinya keudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan kebudayaan nasional.
Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat bernilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga menjadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah. Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan bangsa akan sangat berpengaruh pula terhadap kebudayaan daerah/kebudayaan lokal. Akibat melorotnya pelestarian budaya karena masyarakatnya kurang peduli terhadap budaya daerah setempat, tidak sedikit budaya Indonesia yang diklime oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sekarang apa boleh buat, budaya kazanah batik dan budaya lainnya sedikit demi sedikit mulai direnggut oleh negara lain? Maka dari itu, menjaga, memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
C.  Tujuan penulisan
Karena menjaga, memelihara dan melestarikan kebudayaan merupakan kewajiban setiap individu,maka dalam realisasiya saya mencoba menyusun makalah yang berjudul “Kesenian Daerah Sumedang”. Besar harapan saya, semoga dengan dibuatnya makalah ini yang didalamnya membahas tentang kesenian dan kebudayaan yang berasal dari Sumedang ini menjadi salah satu sarana agar masyarakat menyadari betapa berharganya sebuah kebudayaan bagi suatu bangsa, yang akhirnya akan membuat masyarakat menjadi merasa bangga terhadap budayadaerahnya sendiri.
D.  Sistematika penulisan
Sistematika penulisan makalah yang berjudul Kesenian dan Kebudayaan Daerah Sumedang ini meliputi BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri atas: Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan penulisan, dan Sistematika penulisan. BAB II PEMBAHASAN terdiri atas: Sub bab A.Jenis-jenis kesenian daerah Sumedang, dan sub bab B. Jenis-jenis kebudayaan daerah Sumedang. BAB III PENUTUP yang terdiri atas: Kesimpulan, dan Saran. LAMPIRAN serta diakhiri dengan DAFTAR PUSTAKA.







BAB II
PEMBAHASAN


A.   Jenis-jenis kesenian daerah Sumedang
Sumedang merupakan salah satu kota yang ada di Jawa Barat, yang memiliki slogan “Sumeang Tandang Nyandang Kahayang” yang menjadi kota puseur budaya, Sumedang memiliki berbagai hal yang dapat diperlihatkan dalam budayanya. Salah satu alasan yang tepat dikatakan Sumedang sebagai puseur budaya yaitu karena Sumedang merupakan daerah yang memiliki seni dan budaya yang beraneka ragam. Diantara sekian banyak kesenian dan kebudayaan daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut:
1.  Kuda renggong
Kuda renggong merupakan salah satu pertunjukan rakyat yang berasal dari Sumedang. Menurut tuturan beberapa seniman, kuda renggong muncul pertama kali dari Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang. Kata renggong di dalam kesenian ini merupakan metatesis dari kata ronggeng yaitu kamonesan ( bahasa sunda untuk “keterampilan”) cara berjalan kuda yang telah dilatih untuk menari mengikuti irama musik terutama kendang yang biasanya dipakai sebagai media tunggangan dalam arak-arakan anak sunat. Kuda renggong merupakan seni pertunjukan tradisional yang sangat populer di kabupaten Sumedang. Atraksi ini berupa pertunjukan dimana seekor kuda yang terlatih melakukan gerakan menari dan berjalan mengikuti hentakan musik tradisional sunda yang disebut kendang pencak. Seekor kuda dilatih dengan baik untuk membuat gerakan seperti menari atau kadang juga melakukan gerakan seperti berkelahi melawan pelatihnya dengan gaya pencak silat. Oleh sebab itulah pertunjukan ini juga sering disebut dengan pertunjukan kuda pencak.

           Foto0370.jpg  
Di dalam perkembangannya kuda renggong mengalami perkembangan yang cukup baik, sehingga tersebar ke berbagai desa di beberapa kecamatan di luar Kecamatan Buah Dua dan yang akhirnya dewasa ini, kuda renggong menyebar ke  luar kabupaten sumedang. Sebagai seni pertunjukan rakyat yang berbentuk seni heleran (pawai, karnaval), kuda renggong telah berkembang dilihat dari pilihan bentuk kudanya yang tegap dan kuat, asesoris kuda dan perlengkapan musik pengiring, para penari, serta para nayaganya (pemain musik). Dalam pertunjukannya, kuda renggong memiliki dua kategori bentuk pertunjukan, antara lain meliputi pertunjukan kuda renggong di esa dan pada festival. Karena kesenian kuda renggong menjadi semarak dan mendapat simpati dari masyarakat baik masyarakat Sumedang, akhirnya kesenian kuda renggong menjadi seni pertunjukan khas Kabupaten Sumedang.
  Foto0371.jpg
(foto yang diambil saat gusaran endang
Sabtu, 01 Juni 2013)
Mulai tahun 1910 hingga sekarang kuda renggong secara tradisional sering dipertontonkan pada acara khitanan / sunatan. Pertunjukan kuda renggong dilaksanakan setelah anak sunat diupacarai dan diberi do’a, lalu dengan berpakaian seperti wayang tokoh Gatotkaca, pakaian pangeran khas sunda dengan ciri menggunakan bendo (sejenis topi mirip belankon) putri kerajaan penunggang perempuan didandani layaknya putri raja kemudian dinaikan ke atas kuda remggong. Lalu sang anak diarak mengelilingi kota di atas punggung kuda renggong diikuti oleh anggota keluarga dan kerabat dekat yang ikut menari di depanya dan berkeliling dari satu desa ke desa lainya dengan didiringi musikpengiring yang penuh semangat mengiringi sambung-menyambung dengan tembang-tembang yang dipilih seperti kembang beureum, kembang gadung, lagu khas seni bangreng kuda renggong, dan lain-lain. Sepanjang jalan kuda renggong bergerak menari dikelilingi oleh sejumlah orang yang terdiri dari anak-anak, juga  remaja dewasa, bahakan orang-orang tua ikut kaul. Setelah berkeliling Desa, rombongan kuda renggong kembali ke rumah anak sunat, biasanya dengan lagu pileuleuyan (perpisahan).
2.      Kesenian reog sunda
Reog merupakan kesenian tradisional sunda yang disebut dog-dog oleh masyarakat Sumedang. Alat musiknya terdiri atas dog-dog, calung, angklung dan kendang pencak. Kesenian dog-dog biasanya dipentaskan saat hiburan merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Reog sunda merupakan perpaduan antara musik, tari dan kritik. Kritik yang dimaksud disini adalah kritikan yang bersifat sosial yang dikemas dalam bentuk banyol (heureuy sunda) dengan maksud menghibur sekaligus menyampaikan kritikan terhadap pemerintah ataupun masyarakat setempat. Ada pula isi atau makna yang ingin disampaikan dalam kesenian dog-dog menyangkut bidang agama, pendidikan, pembangunan daerah setempat, dan lain-lain. Dengan diiringi tabuhan dog-dog dan tarian yang lucu dan lawakan yang kocak.

reog.jpg
Kesenian reog dimainkan oleh empat orang, satu dalang satu wakil dan dua pembantu. Dalang berperan mengendalikan permainan. Wakil sebagai penengah dan dua orang pembantu berperan melawak dengan tingkah atau nyayian yang mengundang gelak tawa penonton. Ada empat jenis dog-dog yang dimainkan dalam reog sunda yaitu; dog-dog kecil dimainkan oleh dalang berdiameter 20 cm yang disebut dog-dog tilingtingtit , dog-dog berukuran sedang berdiameter 25 cm dimainkan oleh wakil atau penengah yang disebut panempas, dog-dog yang  berukuran diameter 30-35 cm dimainkan oleh pembantu yang satu bernama bangbrang dan dog-dog yang berukuran paling besar diameter sekitar 45 cm dimainkan oeh pembantu yang satunya lagi yang dinamakan badugblag. Lama permainannya satu samapi setengah jam. Untuk lagu-lagunya ada pula penabuh waditra dengan perlengkapan misalnya dengan dua buah saron, gendang, rebab, goong, gambang, bonang panerus, kecrek dan lain-lain yang berfungsi sebagai pengiring lagu-lagunya, sebagai selingan atau sebagai pelengkap. Diantara lagu-lagu yang serng dipintonkan dalam kesenian reog ialah lagu kidung sebagai pembukaan, lagu senggot atau klasikan, lagu jalan (sebelum memulai acara melawak), lagu adem ayem, bintang lima, kacang asin, lagu gaya, cikeruh, langlayangan pegat, adu recak, dan lain-lain.
B.  Jenis-jenis kebudayaan daerah Sumedang
Selain mempunyai kesenian daerah tersebut diatas, Sumedang juga memiliki beberapa daerah yang masih memegang kebudayan yang melekat sampai saat ini. Contohnya di Dusun Cidarma. Dusun Cidarma merupakan sebuah kampung kecil yang terletak di Desa Cipeundeuy Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang. Kampung ini masih memegang teguh nilai-nilai yang diwariskan para leluhurnya. Misalnya saja ketika akan melaksanakan panen padi, masyarakat dusun ini suka menggelar acara “Nyawen” terlebih dahulu sebelum ke memotong padi. Di dalam ritual “Nyawen” ini terdapat sesajen yang dibuat sebagai bentuk permohonan izin kepada Nyi Sri Pohaci (Dewi padi) bahwa panen akan dilaksanakan. Selain itu di dalam “Nyawen” juga terdapat serangkaian cara-cara, jampi-jampi serta tidak terlepas dari doa-doa untuk meminta keselamatan dan keberkahan kepada Sang Hyang Tunggal ketika panen. Selain itu juga, Dusun Cidarma masih memiliki beberapa kebudayaan lain diantaranya:
1.      Upacara seren taun/buku taun
Seren taun merupakan upacara adat sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap hasil bumi yang melimpah ruah. Seren tahun adalah upacara adat panen padi yang selalu diselenggarakan setiap tahun. Istilah seren taun berasal dari bahasa sunda seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun ynag berarti tahun. Jadi seren taun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Seren taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan datang.
p.jpg
Secara spesifiknya, upacara seren taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan selama satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung padi atau dalam bahasa sunda disebut leuit ada dua leuit yaitu lumbung utama yang bisa disebut leuit sijimat, leuit ratna inten, atau lauit indung (lumbung utama); serta leuit pengiring atau leuit eutik 9(lumbung kecil). Leuit inudng digunakan  sebagai tempat menyimpan padi ibu yang ditutupi kain putih dan pare bapak yang ditutupi kain hitam. Padi dikedua leuit itu untuk dijadikan bibt atau benih pada musim tanam yang akan datang. Leuit pangiring menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di leuit indung.
Upacara seren taun bukan sekedar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa dengan digelar doa-doa, terlebih dikala panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perindungna di musim tanam mendatang. Upacara seren taun pada intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukan kedalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare 9induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanma pada musim tanam berikutnya. Upacara biasanya iawali dengan mengambil air suci dari beberapa sumber air yang dikeramatkan. Biasanya air yang diambil berasal dari tujuh mata air yang kemudian disatukan dalam satu wdahdan didokan dan dianggap bertuah dan membawa berkah. Kemudian air tersebut dicipratkan keoada setiap orang yang hadir di upacara untuk membawa berkah. Ritual selanjutnya adalahsedekah nasi kuning (tumpeng), warga yang hadir berebut tumpeng yang dipercaya dapat memberi berkah yang berlimpah bagi yang mendapatkannya. Dalam upacara seren taun dilakukan berbagai keramaian dan pertunjukan kesenian adat setempat dan menyanyikan lagu-lagu karawitan buhun oleh juru kawih untuk menyembut karuhun pada pembuka acara agar acara berjalan lancar sampai selesai.

2.      Ngaruwat jagat
Ngaruwat jagat merupakan istilah yang digunakan unntuk hajat selamatan kampung. Setiap satu tahun sekali kampung diruwat atau diberkati agar masyarakat yang tinggal di daerah sekitar kampung tersebut diberkati atau diberi keselamatan dan dijaukan dari segala hal marabahaya dan musibah lainnya. Ngaruwat jagat biasanya disatukan dengan acara buku taun atau seren taun. Adapun alat yang digunakan untuk ngaruwat jagat ialah, duwegan (kelapa muda), daun kihanjuang, pisang badot, dan seekor kambing untuk dikurbankan. Alat-alat tersebut merupakan simbolik dan mengandung makna tersendiri. Misalnya duwegan, duwegan merupakan kelapa muda yang didalamnya mengandung air bersih bening sebagai lembang air yang paling suci. Maknanya adalah, bahwa kita hidup di alam dunia ini harus seperti duwegan, bulat dan memiliki air yang jernih, yang artinya dalam hidup kita harus membulatkan tekad dan menjernihkan pikiran. Kihanjuang mempunyai maksud “teundeun dina handeuleum hieum, tunda dina hanjuang siang” yang artinya kehidupan tidak hanya untuk saat ini saja tetapi perjalanan hidup masih panjang. Untuk sekarang kita harus bisa mencari atau menyimpan bekal untuk dikemudian hari. Sementara pisang badot merupakan lambang yang menjadi wedus atau jemaan ki semar. Selain itu ngaruwat jagat biasanya mengharuskan membuat tumpeng (nasi kuning).
h.jpg
(acara penyembelihan kambing)
3.      Nyadap
Nyadap merupaan kegiatan dalam proses pembuatan gula merah. Pada mulanya nyadap merupakan kegiatan sehari-hari masyarakat Dusun Cidarma untuk mencari nafkah keluarga. Berpuluh-puluh tahun lamanya, masyarakat Dusun Cidarma menggeluti nyadap sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, seiring bergesenya jaman, nyadap tak lagi menjadi kebiasaan orang banyak, hanya beberapa saja. Sekiranya hal ini yang membuat gula merah menjadi susah didapat, sebab tak banyak orang yang memproduksi gula merah. Maka dari itu sebagian orang di Dusun cidarma tetap mempertahankan nyadap agar tidak lenyap dan menjadi bagian dari budaya masyarakat Dusun ini.
ninggur.jpg
Nyadap sebenarnya merupakan istilah untuk mengambil air wedang yang terdapat dalam pohon aren. Pohon aren ialah sejenis pohon yang mirip dengan pohon kelapa. Pohon aren ini biasanya tumbuh di hutan-hutan dan ditanam tanpa bantuan manusia pada umumnya, namun dengan bantuan musang. Pohon aren di daerah Sumedang khususnya Dusun Cidarma, Desa cipeundeuy, Kecamatan jatinungal, Kabupaten Sumedang dimanfaatkan dalam berbagai hal. Misalnnya daun arennya dimanfaatkan untuk pembuatan “pahpir” untuk merokok, batang dari daunnya diambil untuk dibuat sapu lidi, dan didalam dahan/tangan aren mengandung air manis yang disadap untuk dibuat menjadi gula merah. Untuk proses pembuatan gula merah, pertama-tama hal yang dilakukan mulai dari nyadap. Proses nyadap itu sendiri dimulai dari “ninggur”, yaitu memukul-mukul dahan/tangan aren yang akan disadap. Kegiatan memukul-mukul tersebut bertujuan agar si dahan/tangan aren melembek dan dapat mengeluarkan air. Setelah itu dahan “dipagas”, yaitu kegiatan memotng dahan/tangan aren. Setelah keluar air dari dahan/tangan aren tersebut, barulah dikasih wadah yang disebut lodong sebagai tempat untuk menahan air dari rembesan dahan/tangan aren. Lodong disimpan sekitar 15 jam, mulai dari jam 3 sore dan diambi jam 6 pagi.
sx.jpg
 Kemudian, setelah air aren diambil, air aren yang berada dalam lodong dimasukan kedalam wajan besar yang disebut “kancah” (khusus untuk pembuatan gula merah) serta direbus sampai mendidih, kira-kira sekitar  kurang lebih 3 jam. Setelah mendidih, air aren dibuat sampai mengental sambil di aduk-aduk. Setelah mengental, barulah diangkat dan dituangkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat dari bambu, untuk dibuat menjadi gula merah yang bulat/bundar. Disamping itu, wadah tempat menyimpan air aren atau yang disebut lodong di puput (di beri asap dari pembakaran). Hal ini bertujuan supaya air sadapan aren yang akan dimasukan tidak bersifat masam.
gula.jpg
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Sumedang dikatakan sebagai puseur budaya karena Sumedang merupakan daerah yang memiliki seni dan budaya yang beraneka ragam. Diantara sekian banyak kesenian dan kebudayaan daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Sumedang antara lain adalah kesenian bangreng kuda renggong, reog atau dog-dog, dan kesenian yang lainnya. Adapun kebudayaan yang dimiliki oleh Kabupaten Sumedang sangat banyak dan beragam bergantung daerahnya masing-masing.
B.  Saran
Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayan nasional. Berdirinya kebudayaan nasional karena adanya budaya daerah. Maka segala sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal maupun budaya nasional pada masyarakat umumnya. Khususnya bagi masyarakat Sumedang, Sumedang dengan motto “Dina Budaya Urang Ngapak, Tina Budaya Urang Napak” memiliki arti bahwa masyarakat Sumedang memiliki tekad dan komitmen yang kuat untuk melaksanakan pelestarian dan pengembangan budaya sunda. Masyarakat Sumedang akan mendayagunakan kekayaan budaya sunda yang dimiliki. Maka dari itu, marilah kita lestairkan budaya daerah untuk menjunjung budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.



DAFTAR PUSTAKA


Sumber            :
1. Bapak Nata (Juru Kuncen Dusun Cidarma)
                          Foto0366.jpg
2.      Bapak Apikin (Pupuhu rombongan seni “Mekar Budaya” Dusun Cidarma)
1.      Idi (Masyarakat Dusun Cidarma)


 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar