KESENIAN DAN KEBUDAYAAN DAERAH SUMEDANG
Diajukan untuk
memenuhi saah satu tugas mata kuliah Pendidikan Seni Budaya
Oleh:
KELAS 1-B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, dengan rahmat dan hidayah-Nya
penulis telah menyelesaikan makalah yang berjudul “Kesenian dan Kebudayaan
Daerah Sumedang ”. Makalah ini membahas mengenai beberapa jenis Kesenian dan
Kebudayaan yang baerasal dari daerah Sumedang
Adapun dalam proses penyusunan
makalah ini tidak terlepas dari berbagai hambatan, untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut terlibat dalam penyusunan
makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis mohon
maaf apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kritik dan
saran yang membangun, penulis terima dengan lapang dada demi kemajuan sebuah
ilmu pengetahuan pada penyusunan makalah selanjutnya.
Sumedang,
Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang ............................................................................
1.2 Tujuan
masalah ...........................................................................
1.3 Rumusan
masalah .......................................................................
1.4 Sistematika
penulisan .................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jenis
kesenian daerah Sumedang .................................................
2.2 Jenis
kebudayaan daerah Sumedang ...........................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
......................................................................................
B. Saran
................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seiring dengan kemajua
jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang awalnya dipegang teguh, dipelihara
dan dijaga keberadannya oleh setiap suku kini sudah hampir punah. Pada umumnya
masyarakat merasa gengsi dan menganggap bahwa suuatu tradisi itu kuno,
terbelakang dan ketinggalan jaman sehingga sebagian masyarakat merasa malu
menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan masyarakat memilih
untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya modern dari pada budaya
yang berasal dari daerahnya sendiri. Padahal budaya daerah merupakan faktor
utama terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang dimiliki
merupakan sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga
kelestarian dan keberadaannya oleh setiap individu di masyarakat. Sesungguhnya
kebudayaan merupakan jatidiri bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan
yang berada di dalamnya.
B. Rumusan masalah
Dilatarbelakangi
dengan beragamnya budaya daerah di Indonesia, tidak bisa kita pungkiri bahwa
kita pungkiri bahwa indonesia merupakan bangsa yang kaya akan kebudayaannya dan
yang menjadi faktor utama berdirinya keudayaan yang lebih global, yang biasa
kita sebut dengan kebudayaan nasional.
Kebudayaan
merupakan suatu kekayaan yang sangat bernilai karena selain merupakan ciri khas
dari suatu daerah juga menjadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau
daerah. Maka atas dasar itulah segala bentuk kebudayaan bangsa akan sangat
berpengaruh pula terhadap kebudayaan daerah/kebudayaan lokal. Akibat melorotnya
pelestarian budaya karena masyarakatnya kurang peduli terhadap budaya daerah
setempat, tidak sedikit budaya Indonesia yang diklime oleh negara-negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sekarang apa boleh buat, budaya
kazanah batik dan budaya lainnya sedikit demi sedikit mulai direnggut oleh
negara lain? Maka dari itu, menjaga, memelihara dan melestarikan budaya
merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan
kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
C. Tujuan penulisan
Karena menjaga,
memelihara dan melestarikan kebudayaan merupakan kewajiban setiap individu,maka
dalam realisasiya saya mencoba menyusun makalah yang berjudul “Kesenian Daerah
Sumedang”. Besar harapan saya, semoga dengan dibuatnya makalah ini yang
didalamnya membahas tentang kesenian dan kebudayaan yang berasal dari Sumedang
ini menjadi salah satu sarana agar masyarakat menyadari betapa berharganya
sebuah kebudayaan bagi suatu bangsa, yang akhirnya akan membuat masyarakat
menjadi merasa bangga terhadap budayadaerahnya sendiri.
D. Sistematika penulisan
Sistematika
penulisan makalah yang berjudul Kesenian dan Kebudayaan Daerah Sumedang ini
meliputi BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri atas: Latar belakang, Rumusan masalah,
Tujuan penulisan, dan Sistematika penulisan. BAB II PEMBAHASAN terdiri atas:
Sub bab A.Jenis-jenis kesenian daerah Sumedang, dan sub bab B. Jenis-jenis
kebudayaan daerah Sumedang. BAB III PENUTUP yang terdiri atas: Kesimpulan, dan
Saran. LAMPIRAN serta diakhiri dengan DAFTAR PUSTAKA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis kesenian daerah Sumedang
Sumedang
merupakan salah satu kota yang ada di Jawa Barat, yang memiliki slogan “Sumeang
Tandang Nyandang Kahayang” yang menjadi kota puseur budaya, Sumedang memiliki
berbagai hal yang dapat diperlihatkan dalam budayanya. Salah satu alasan yang
tepat dikatakan Sumedang sebagai puseur budaya yaitu karena Sumedang merupakan
daerah yang memiliki seni dan budaya yang beraneka ragam. Diantara sekian
banyak kesenian dan kebudayaan daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Sumedang
adalah sebagai berikut:
1. Kuda renggong
Kuda renggong merupakan salah satu pertunjukan rakyat yang berasal dari
Sumedang. Menurut tuturan beberapa seniman, kuda renggong muncul pertama kali
dari Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang. Kata renggong di
dalam kesenian ini merupakan metatesis dari kata ronggeng yaitu kamonesan (
bahasa sunda untuk “keterampilan”) cara berjalan kuda yang telah dilatih untuk
menari mengikuti irama musik terutama kendang yang biasanya dipakai sebagai
media tunggangan dalam arak-arakan anak sunat. Kuda renggong merupakan seni
pertunjukan tradisional yang sangat populer di kabupaten Sumedang. Atraksi ini
berupa pertunjukan dimana seekor kuda yang terlatih melakukan gerakan menari
dan berjalan mengikuti hentakan musik tradisional sunda yang disebut kendang
pencak. Seekor kuda dilatih dengan baik untuk membuat gerakan seperti menari
atau kadang juga melakukan gerakan seperti berkelahi melawan pelatihnya dengan
gaya pencak silat. Oleh sebab itulah pertunjukan ini juga sering disebut dengan
pertunjukan kuda pencak.
Di dalam perkembangannya kuda renggong mengalami perkembangan yang cukup
baik, sehingga tersebar ke berbagai desa di beberapa kecamatan di luar
Kecamatan Buah Dua dan yang akhirnya dewasa ini, kuda renggong menyebar ke luar kabupaten sumedang. Sebagai seni
pertunjukan rakyat yang berbentuk seni heleran (pawai, karnaval), kuda renggong
telah berkembang dilihat dari pilihan bentuk kudanya yang tegap dan kuat,
asesoris kuda dan perlengkapan musik pengiring, para penari, serta para
nayaganya (pemain musik). Dalam pertunjukannya, kuda renggong memiliki dua
kategori bentuk pertunjukan, antara lain meliputi pertunjukan kuda renggong di
esa dan pada festival. Karena kesenian kuda renggong menjadi semarak dan
mendapat simpati dari masyarakat baik masyarakat Sumedang, akhirnya kesenian
kuda renggong menjadi seni pertunjukan khas Kabupaten Sumedang.
(foto yang diambil saat gusaran endang
Sabtu, 01 Juni 2013)
Mulai tahun 1910 hingga sekarang kuda renggong secara tradisional sering
dipertontonkan pada acara khitanan / sunatan. Pertunjukan kuda renggong
dilaksanakan setelah anak sunat diupacarai dan diberi do’a, lalu dengan
berpakaian seperti wayang tokoh Gatotkaca, pakaian pangeran khas sunda dengan
ciri menggunakan bendo (sejenis topi mirip belankon) putri kerajaan penunggang
perempuan didandani layaknya putri raja kemudian dinaikan ke atas kuda
remggong. Lalu sang anak diarak mengelilingi kota di atas punggung kuda
renggong diikuti oleh anggota keluarga dan kerabat dekat yang ikut menari di
depanya dan berkeliling dari satu desa ke desa lainya dengan didiringi
musikpengiring yang penuh semangat mengiringi sambung-menyambung dengan
tembang-tembang yang dipilih seperti kembang beureum, kembang gadung, lagu khas
seni bangreng kuda renggong, dan lain-lain. Sepanjang jalan kuda renggong
bergerak menari dikelilingi oleh sejumlah orang yang terdiri dari anak-anak,
juga remaja dewasa, bahakan orang-orang
tua ikut kaul. Setelah berkeliling Desa, rombongan kuda renggong kembali ke
rumah anak sunat, biasanya dengan lagu pileuleuyan (perpisahan).
2. Kesenian
reog sunda
Reog merupakan kesenian
tradisional sunda yang disebut dog-dog oleh masyarakat Sumedang. Alat musiknya
terdiri atas dog-dog, calung, angklung dan kendang pencak. Kesenian dog-dog
biasanya dipentaskan saat hiburan merayakan hari kemerdekaan Republik
Indonesia. Reog sunda merupakan perpaduan antara musik, tari dan kritik. Kritik
yang dimaksud disini adalah kritikan yang bersifat sosial yang dikemas dalam
bentuk banyol (heureuy sunda) dengan maksud menghibur sekaligus menyampaikan
kritikan terhadap pemerintah ataupun masyarakat setempat. Ada pula isi atau
makna yang ingin disampaikan dalam kesenian dog-dog menyangkut bidang agama,
pendidikan, pembangunan daerah setempat, dan lain-lain. Dengan diiringi tabuhan
dog-dog dan tarian yang lucu dan lawakan yang kocak.
Kesenian reog dimainkan
oleh empat orang, satu dalang satu wakil dan dua pembantu. Dalang berperan
mengendalikan permainan. Wakil sebagai penengah dan dua orang pembantu berperan
melawak dengan tingkah atau nyayian yang mengundang gelak tawa penonton. Ada
empat jenis dog-dog yang dimainkan dalam reog sunda yaitu; dog-dog kecil
dimainkan oleh dalang berdiameter 20 cm yang disebut dog-dog tilingtingtit ,
dog-dog berukuran sedang berdiameter 25 cm dimainkan oleh wakil atau penengah
yang disebut panempas, dog-dog yang
berukuran diameter 30-35 cm dimainkan oleh pembantu yang satu bernama
bangbrang dan dog-dog yang berukuran paling besar diameter sekitar 45 cm dimainkan
oeh pembantu yang satunya lagi yang dinamakan badugblag. Lama permainannya satu
samapi setengah jam. Untuk lagu-lagunya ada pula penabuh waditra dengan
perlengkapan misalnya dengan dua buah saron, gendang, rebab, goong, gambang, bonang
panerus, kecrek dan lain-lain yang berfungsi sebagai pengiring lagu-lagunya,
sebagai selingan atau sebagai pelengkap. Diantara lagu-lagu yang serng
dipintonkan dalam kesenian reog ialah lagu kidung sebagai pembukaan, lagu
senggot atau klasikan, lagu jalan (sebelum memulai acara melawak), lagu adem
ayem, bintang lima, kacang asin, lagu gaya, cikeruh, langlayangan pegat, adu
recak, dan lain-lain.
B. Jenis-jenis kebudayaan daerah
Sumedang
Selain mempunyai
kesenian daerah tersebut diatas, Sumedang juga memiliki beberapa daerah yang
masih memegang kebudayan yang melekat sampai saat ini. Contohnya di Dusun
Cidarma. Dusun Cidarma merupakan sebuah kampung kecil yang terletak di Desa
Cipeundeuy Kecamatan Jatinunggal Kabupaten Sumedang. Kampung ini masih memegang
teguh nilai-nilai yang diwariskan para leluhurnya. Misalnya saja ketika akan
melaksanakan panen padi, masyarakat dusun ini suka menggelar acara “Nyawen”
terlebih dahulu sebelum ke memotong padi. Di dalam ritual “Nyawen” ini terdapat
sesajen yang dibuat sebagai bentuk permohonan izin kepada Nyi Sri Pohaci (Dewi
padi) bahwa panen akan dilaksanakan. Selain itu di dalam “Nyawen” juga terdapat
serangkaian cara-cara, jampi-jampi serta tidak terlepas dari doa-doa untuk
meminta keselamatan dan keberkahan kepada Sang Hyang Tunggal ketika panen. Selain
itu juga, Dusun Cidarma masih memiliki beberapa kebudayaan lain diantaranya:
1. Upacara
seren taun/buku taun
Seren taun merupakan
upacara adat sebagai bentuk rasa syukur masyarakat terhadap hasil bumi yang
melimpah ruah. Seren tahun adalah upacara adat panen padi yang selalu
diselenggarakan setiap tahun. Istilah seren taun berasal dari bahasa sunda
seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun ynag berarti
tahun. Jadi seren taun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan
datang sebagai penggantinya. Seren taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun
ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan
datang.
Secara spesifiknya,
upacara seren taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang
dihasilkan selama satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung padi atau dalam
bahasa sunda disebut leuit ada dua leuit yaitu lumbung utama yang bisa disebut
leuit sijimat, leuit ratna inten, atau lauit indung (lumbung utama); serta
leuit pengiring atau leuit eutik 9(lumbung kecil). Leuit inudng digunakan sebagai tempat menyimpan padi ibu yang
ditutupi kain putih dan pare bapak yang ditutupi kain hitam. Padi dikedua leuit
itu untuk dijadikan bibt atau benih pada musim tanam yang akan datang. Leuit
pangiring menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di leuit indung.
Upacara seren taun
bukan sekedar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana bersyukur
kepada Tuhan yang Maha Kuasa dengan digelar doa-doa, terlebih dikala panen.
Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perindungna di musim tanam
mendatang. Upacara seren taun pada intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil
panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukan
kedalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat
kemudian memberikan indung pare 9induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati
dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanma pada musim tanam
berikutnya. Upacara biasanya iawali dengan mengambil air suci dari beberapa
sumber air yang dikeramatkan. Biasanya air yang diambil berasal dari tujuh mata
air yang kemudian disatukan dalam satu wdahdan didokan dan dianggap bertuah dan
membawa berkah. Kemudian air tersebut dicipratkan keoada setiap orang yang
hadir di upacara untuk membawa berkah. Ritual selanjutnya adalahsedekah nasi
kuning (tumpeng), warga yang hadir berebut tumpeng yang dipercaya dapat memberi
berkah yang berlimpah bagi yang mendapatkannya. Dalam upacara seren taun
dilakukan berbagai keramaian dan pertunjukan kesenian adat setempat dan
menyanyikan lagu-lagu karawitan buhun oleh juru kawih untuk menyembut karuhun
pada pembuka acara agar acara berjalan lancar sampai selesai.
2. Ngaruwat
jagat
Ngaruwat
jagat merupakan istilah yang digunakan unntuk hajat selamatan kampung. Setiap
satu tahun sekali kampung diruwat atau diberkati agar masyarakat yang tinggal
di daerah sekitar kampung tersebut diberkati atau diberi keselamatan dan
dijaukan dari segala hal marabahaya dan musibah lainnya. Ngaruwat jagat
biasanya disatukan dengan acara buku taun atau seren taun. Adapun alat yang
digunakan untuk ngaruwat jagat ialah, duwegan (kelapa muda), daun kihanjuang, pisang
badot, dan seekor kambing untuk dikurbankan. Alat-alat tersebut merupakan
simbolik dan mengandung makna tersendiri. Misalnya duwegan, duwegan merupakan
kelapa muda yang didalamnya mengandung air bersih bening sebagai lembang air
yang paling suci. Maknanya adalah, bahwa kita hidup di alam dunia ini harus
seperti duwegan, bulat dan memiliki air yang jernih, yang artinya dalam hidup
kita harus membulatkan tekad dan menjernihkan pikiran. Kihanjuang mempunyai
maksud “teundeun dina handeuleum hieum, tunda dina hanjuang siang” yang artinya
kehidupan tidak hanya untuk saat ini saja tetapi perjalanan hidup masih
panjang. Untuk sekarang kita harus bisa mencari atau menyimpan bekal untuk
dikemudian hari. Sementara pisang badot merupakan lambang yang menjadi wedus
atau jemaan ki semar. Selain itu ngaruwat jagat biasanya mengharuskan membuat
tumpeng (nasi kuning).
(acara penyembelihan kambing)
3. Nyadap
Nyadap
merupaan kegiatan dalam proses pembuatan gula merah. Pada mulanya nyadap
merupakan kegiatan sehari-hari masyarakat Dusun Cidarma untuk mencari nafkah
keluarga. Berpuluh-puluh tahun lamanya, masyarakat Dusun Cidarma menggeluti
nyadap sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, seiring bergesenya jaman, nyadap
tak lagi menjadi kebiasaan orang banyak, hanya beberapa saja. Sekiranya hal ini
yang membuat gula merah menjadi susah didapat, sebab tak banyak orang yang
memproduksi gula merah. Maka dari itu sebagian orang di Dusun cidarma tetap
mempertahankan nyadap agar tidak lenyap dan menjadi bagian dari budaya
masyarakat Dusun ini.
Nyadap
sebenarnya merupakan istilah untuk mengambil air wedang yang terdapat dalam
pohon aren. Pohon aren ialah sejenis pohon yang mirip dengan pohon kelapa.
Pohon aren ini biasanya tumbuh di hutan-hutan dan ditanam tanpa bantuan manusia
pada umumnya, namun dengan bantuan musang. Pohon aren di daerah Sumedang
khususnya Dusun Cidarma, Desa cipeundeuy, Kecamatan jatinungal, Kabupaten
Sumedang dimanfaatkan dalam berbagai hal. Misalnnya daun arennya dimanfaatkan
untuk pembuatan “pahpir” untuk merokok, batang dari daunnya diambil untuk
dibuat sapu lidi, dan didalam dahan/tangan aren mengandung air manis yang
disadap untuk dibuat menjadi gula merah. Untuk proses pembuatan gula merah,
pertama-tama hal yang dilakukan mulai dari nyadap. Proses nyadap itu sendiri
dimulai dari “ninggur”, yaitu memukul-mukul dahan/tangan aren yang akan
disadap. Kegiatan memukul-mukul tersebut bertujuan agar si dahan/tangan aren
melembek dan dapat mengeluarkan air. Setelah itu dahan “dipagas”, yaitu
kegiatan memotng dahan/tangan aren. Setelah keluar air dari dahan/tangan aren
tersebut, barulah dikasih wadah yang disebut lodong sebagai tempat untuk menahan
air dari rembesan dahan/tangan aren. Lodong disimpan sekitar 15 jam, mulai dari
jam 3 sore dan diambi jam 6 pagi.
Kemudian, setelah air aren diambil, air aren
yang berada dalam lodong dimasukan kedalam wajan besar yang disebut “kancah” (khusus
untuk pembuatan gula merah) serta direbus sampai mendidih, kira-kira
sekitar kurang lebih 3 jam. Setelah
mendidih, air aren dibuat sampai mengental sambil di aduk-aduk. Setelah
mengental, barulah diangkat dan dituangkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat
dari bambu, untuk dibuat menjadi gula merah yang bulat/bundar. Disamping itu,
wadah tempat menyimpan air aren atau yang disebut lodong di puput (di beri asap
dari pembakaran). Hal ini bertujuan supaya air sadapan aren yang akan dimasukan
tidak bersifat masam.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumedang dikatakan sebagai puseur budaya
karena Sumedang merupakan daerah yang memiliki seni dan budaya yang beraneka
ragam. Diantara sekian banyak kesenian dan kebudayaan daerah yang dimiliki oleh
Kabupaten Sumedang antara lain adalah kesenian bangreng kuda renggong, reog
atau dog-dog, dan kesenian yang lainnya. Adapun kebudayaan yang dimiliki oleh
Kabupaten Sumedang sangat banyak dan beragam bergantung daerahnya
masing-masing.
B. Saran
Budaya
daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayan nasional. Berdirinya
kebudayaan nasional karena adanya budaya daerah. Maka segala sesuatu yang
terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar
itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan
melestarikan budaya baik budaya lokal maupun budaya nasional pada masyarakat
umumnya. Khususnya bagi masyarakat Sumedang, Sumedang dengan motto “Dina Budaya
Urang Ngapak, Tina Budaya Urang Napak” memiliki arti bahwa masyarakat Sumedang
memiliki tekad dan komitmen yang kuat untuk melaksanakan pelestarian dan
pengembangan budaya sunda. Masyarakat Sumedang akan mendayagunakan kekayaan
budaya sunda yang dimiliki. Maka dari itu, marilah kita lestairkan budaya
daerah untuk menjunjung budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari
kepribadian bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber :
1.
Bapak Nata (Juru Kuncen Dusun Cidarma)
2.
Bapak Apikin (Pupuhu rombongan seni “Mekar Budaya” Dusun Cidarma)
1.
Idi (Masyarakat Dusun Cidarma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar